Banyak orang mengira, jiwa kreatif itu terlahir dari alam. Artinya,
seseorang itu menjadi kreatif atau tidak sudah ditetapkan sejak dalam
kandungan. Benarkah begitu? Sebagaimana orang punya bakat menyanyi lalu
jadi penyanyi atau orang yang sudah berbakat melukis lalu ia jadi
pelukis?
Kenyataannya, kreativitas, profesi, dan juga bakat
tidaklah bisa dipandang secara absolut. Semua orang sejak ia di dalam
kandungan sudah memiliki berbagai potensi. Lagi-lagi, lingkungan,
orang-orang terdekat, dan momentum mengambil alih pemicu untuk tumbuh
dan mekarnya beragam potensi itu. Berbicara tentang kreativitas, maka
saya menyimpulkan, itu pun sudah dimiliki oleh manusia sejak lahir,
siapapun orang tuanya. Namun membuat daya kreatif mereka terasah dan
bersinar cemerlang membutuhkan sentuhan pengorbanan orang tuanya.
Mengapa
saya sebut sebagai pengorbanan? Ya, karena orang tua harus mengalihkan
sudut pandang dirinya pada sudut pandang anak-anaknya, berempati dengan
pemikiran-pemikiran polos mereka, dan memberi mereka kesempatan untuk
menyentuh wilayah-wilayah kehidupan yang lebih luas. Bukan hanya memberi
mereka balok kayu berwarna-warni, puzzle beraneka motif, sepeda roda
tiga yang mewah, atau aneka mainan khusus anak-anak yang bertebaran di
toko; anak-anak juga membutuhkan ijin dari orang tuanya untuk mengucek
adonan terigu, mengupas kulit wortel, memeras jeruk, membuat kegiatan
sendiri dari dinginnya air yang dituang ke dalam wadah beraneka bentuk,
dilengkapi potongan pipa bekas, sedotan jus, dan benda-benda lain yang
yada di rumah.
Jika kita bertanya
pada mereka apakah itu, jawabannya mungkin sangat mengejutkan: "Ini
adalah pompa air Mama. Ini pipanya dan ini pompanya. Pipa ini ditahan
oleh dua buah gelas supaya tidak jatuh. Tadi waktu Ade coba dengan satu
gelas, pipanya jatuh Mama".
Eksperimen
mereka kadang-kadang sangat cermat, dan mereka menemukan
prinsip-prinsip kerja sebuah benda lewat kegiatan tidak terstruktur
semacam itu. Pastinya, satu hal yang mereka butuhkan untuk melakukan
semuanya, yaitu pengorbanan orang tua untuk melihat celana mereka basah,
lantai di halaman depan berantakan, dan jejak-jejak kaki kecil mereka
yang basah bercampur debu tak terelakkan harus membekas di ruangan tamu
atau dapur kita yang bersih.
Saya
bisa merasakan, bagaimana susahnya merelakan anak-anak bermain dengan
cara mereka sendiri dengan bahan-bahan bermain hasil imajinasi mereka
sendiri, yang sebenarnya sangat mudah dan murah. Masalahnya, kita tidak
rela mengijinkan mereka menyentuhnya karena kita tak mau repot dan tak
mau melihat ruangan berantakan. Tapi, setelah sekian lama saya
memperhatikan perkembangan mereka, cara mereka berpikir, dan antusiasme
mereka yang luar biasa saat mereka bermain dengan cara itu, saya sadar,
sesungguhnya anak-anak sudah belajar banyak justru lewat kegiatan yang
tak terbukukan, tidak terjadwalkan, dan tidak terkurikulumkan secara
hitam putih.
Kreativitas tumbuh
dari banyak mencoba dan rasa aman serta merdeka dari larangan yang
berlebihan. Saya kira itulah pengorbanan terbesar buat orang tua
manapun, untuk membuat anak-anak mereka mampu berpikir dan bertindak
kreatif dalam menyelesaikan masalah kehidupan.
Sumber :http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/untuk-kreatif-butuh-pengorbanan.html
Selasa, 27 November 2012 -
0
komentar
Untuk Kreatif Butuh Pengorbanan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar